"Bentaaar!!!"
Terdengar suara teriakan Iin dari dalam rumah.
Chacha termenung di depan pagar rumah Iin. Sedih rasanya hanya
punya satu rumah lain untuk dikunjungi di kompleks rumah sebesar ini. Sudah
tiga tahun sejak mereka lulus SMA. Tasya dikuliahkan ke Amerika oleh orang
tuanya, Helen dapat beasiswa ke Pohang University di Korea Selatan. Bebi
memilih kuliah di Indonesia, sekalian menerusnya karirnya di dunia hiburan.
Menurut Chacha sih, Bebi kuliah cuma buat formalitas aja, buat nyenangin ortu
dan mendapat image yang cukup baik di mata masyarakat.
Iin kuliah di Indonesia, di universitas bisnis swasta ternama di
Jakarta. Sebenarnya Iin pengen kuliah culinary arts di Amerika biar tetap
deket sama Tasya, yang dia gadang-gadang sebagai cinta sejatinya. Sayangnya,
nyokap Iin ga setuju anak kesayangannya pergi sejauh itu. Dengar Iin nyebut
kalimat "kuliah di Amerika" aja udah bikin nyokapnya histeris,
apalagi kalo Iin benar-benar kesana. Jadilah Iin kuliah di bidang bisnis
sembari ikut kursus memasak intensif milik seorang celebrity chef.
Malang buat Iin, untung buat Chacha. Bukannya sirik, tapi kalo Iin
jadi ke Amerika, maka satu-satunya anggota De'Rainbow yang tinggal di Indonesia
selain dirinya adalah Bebi. Bahkan dengan anggota De'Rainbow yang lengkap
aja, Chacha dan Bebi udah sering banget berantem, apalagi cuma ditinggal
berdua? Sedangkan Chacha sendiri, dia cukup beruntung bisa lolos di salah satu
universitas negeri di Jakarta. Ortunya ga bakal sanggup kalo harus nguliahin
dia di Universitas Swasta.
Chacha sempat kepikiran buat mantepin karirnya di olahraga, tapi
setelah nyari informasi sana-sini ternyata karir berolahraga di Indonesia belum
bisa diandalkan jadi sumber penghasilan. Perjuangan buat jadi atlet ga semudah
yang dibayangkan orang-orang. Kak Ciara bilang, menjadi atlet itu benar-benar
butuh kerja keras dan fokus. Setiap hari harus latihan intensif. Waktu buat
kuliah, main-main akan tersita. Nyari kerja part-time pun ga bisa lagi. Belum
lagi nyari biaya buat bayar pendidikannya yang ga sedikit. Ciara yang juga
atlet dansa di kampus, pada akhirnya harus mengorbankan passionnya itu dan
memilih bekerja di kantoran.
“Gue mesti milih apa nih
guys? Gue bingung” Tanya Chacha ke anak-anak De’Rainbow waktu mereka nunggu
pengumuman kelulusan.
“Kalo menurut gue sih,
kalo lu pengen banget jadi atlet. Kenapa ga di coba aja? Kayak pepatah lama,
where there is a will, there is way” Kata Helen
“Iya Cha, coba aja dulu.
Kalo soal biaya kan bisa nyari beasiswa” Kata Tasya
“Tapi nyarinya kan ga
semudah itu Sya. Kalo dapat, kalo ga?” Kata Indra berargumen
“Ya jangan pesimis kayak
gitu dong” Jawab Tasya lagi
“Betul In, menurut
artikel penelitian mengenai psikologi manusia yang gue baca, orang yang optimis
cenderung lebih sukses daripada orang yang pesimis. Karena pesimis itu bikin
seseorang takut mencoba hal-hal baru”
“Emang lu mau jadi atlet
apa sih Cha? Lu kan sukanya banyak, basketlah, taekwondo-lah, karatelah?” Tanya
Bebi
“Kayak lu dong Beb,
sukanya banyak. Ya Virgo-lah, ya Oyon-lah, ya Ricko-lah, ya Daniel-lah…” Canda
Iin
“Kita kan lagi ngebahas
Chacha, bukan Gue” Protes Bebi
Anak-anak De’Rainbow
langsung tertawa dan mulai menggoda Bebi. Namun kata-kata Bebi ada benarnya, Chacha
suka olahraga, tapi ia ga pernah fokus di satu cabang. Chacha pun
mempertanyakan kesiapannya sendiri menjadi atlet. Akhirnya Chacha memilih jalur
yang lebih aman, kuliah.
Untungnya di kampus ada UKM basket dan karate, jadi Chacha ga
sedih-sedih amat. Selain itu, Chacha juga mengembangkan minat barunya di
travelling. Ia aktif di organisasi mahasiswa pecinta alam di kampusnya. Kalo
ada tempat dengan pemandangan bagus, Chacha akan selalu nge-tag foto itu di
facebook ke anak-anak De’Rainbow yang tersebar dimana-mana bersama kata-kata ‘I
wish u were here guys’ atau ‘kalo kita kumpul lagi, kita harus jalan ke sini!
Setuju!’.
"Iin lama banget
sih, pegel nih!" Teriak Chacha kesal
"Iya...Iya,
bawel!" Iin muncul dengan tergesa-gesa dari dalam untuk membuka pagar
rumahnya
"Jangan lupa kunci
lagi Cha" Katanya sambil berjalan masuk terburu-buru ke dalam
rumah
"Ih, lu udah main
duluan ya. Kan gue bilang, tungguin"
Tasya dan Iin sempat mencoba LDR selama setengah tahun, sebelum
akhirnya memutuskan untuk mengakhiri hubungan mereka karena terlalu sulit untuk
dijalani. Banyak pertengkaran terjadi karena salah paham dan kekhawatiran
berlebihan. Apalagi Iin tipe pria overprotective. Perbedaan jarak dan waktu
membuat mereka tidak bisa duduk bersama untuk mengatasi masalah. Tasya
mengalami banyak kesulitan berhadapan dengan lingkungan asing sendirian, karena
itu Chacha tidak menyalahkan Tasya ketika ia akhirnya tidak tahan dan meminta
putus duluan. Banyak yang menyayangkan putusnya hubungan Tasya dan Iin,
termasuk Chacha sendiri. Ia mengenal keduanya sejak kecil dan tau bahwa
keduanya cocok.
Tahun pertama Tasya pulang ke Indonesia, keadaan terasa sangat
canggung. Meskipun mereka tetap mengobrol dan bercanda tawa, tapi Chacha tau
kalo keduanya belum bisa ngelupain hubungan mereka. Keadaan sempat menjadi
lebih buruk ketika Tasya memutuskan move on, dan pacaran lagi dengan teman
kuliahnya yang berasal dari Indonesia juga. Chacha udah sering lihat
Iin nangis, tapi ga pernah lihat Iin sedih dalam kurun waktu selama itu. Chacha
mendorong Iin untuk move on juga. Iin sempat dekat dengan beberapa teman
kuliahnya dan jadian dengan 1 atau 2 diantaranya, tapi ga ada yang berjalan
lebih dari 3 bulan. Setelah itu, Iin kembali sibuk dengan dunianya sendiri.
Untuk alasan inilah mengapa dulu anggota De'Rainbow punya
peraturan untuk tidak menyukai sesama anggota De'Rainbow karena keadaan jadi
luar biasa canggung begitu pacarannya bubar. Tapi yah namanya bareng-bareng
terus, di satu masa, setiap anggota cewek De'Rainbow pasti pernah suka sama
Iin. Helen waktu SD, Bebi waktu SMA, namun hanya
Tasya yang mendapat tempat spesial di hati Iin. Chacha sendiri juga mengakui
dia menaruh perhatian lebih pada Iin sejak dulu. Bahkan agak cemburu kalo Iin
dekat dengan anggota De’Rainbow yang lain. Entah karena di
De'Rainbow sendiri mereka termasuk yang paling akrab atau karena Chacha memang
suka Iin, tapi ga pernah mau mengakui hal itu termasuk ke dirinya sendiri.
Iin sendiri agak surprise tau Chacha pernah menyukai dirinya,
secara menurut Iin Chacha itu cukup populer dan banyak disukai cowok-cowok di
sekolah. Bahkan di mata Iin, Chacha itu sedikit playgirl. Tapi sejak masalah
yang menimpa keluarganya, pribadi Chacha menjadi lebih tertutup. Setelah putus
dari Mongki satu tahun lalu, Chacha tidak terlihat punya gandengan
lagi. Jadi seperti inilah mereka berdua menghabiskan waktu, bermain PS di ruang
keluarga Iin. Chacha duduk di karpet, sementara Iin tiduran di sofa. Bebi
terkadang datang hanya untuk mengkritik gaya hidup dan tampang kucel mereka.
Di sela-sela kesibukannya sebagai artis, Bebi masih meluangkan
waktu khusus untuk memaksa Chacha dan Iin menghabiskan waktu di luar, entah itu
untuk menemaninya ke salon, party, belanja, apapun yang penting Chacha dan Iin
harus keluar untuk bersosialisasi dan mengenal orang-orang baru. Bebi sering
mengajak mereka dinner di luar bersama teman-teman satu managementnya. Tapi
bagaimana bisa Chacha dan Iin berbaur bersama teman-teman artis Bebi yang
tampan dan cantik dengan tampang begini.
Dan ditraktir Bebi adalah hal
terakhir yang Chacha inginkan. Mereka sering bertengkar dan Chacha sering
memarahi dan mengejek sifat manja Bebi, karena itu, ada sedikit rasa gengsi
jika ia harus menerima kenyataan bahwa hidup Bebi saat ini jauh lebih baik darinya.
Iin mengerti perasaan Chacha, sehingga setiap kali dinner di luar bersama Bebi
dan teman-temannya, dia selalu punya alasan untuk mentraktir Chacha.
Bahkan beberapa teman Bebi menyangka Chacha dan Iin berpacaran. Jangankan
teman-teman Bebi, orangtua Chacha dan Iin juga mempertanyakan status hubungan
mereka
Chacha merasa harus mengklarifikasi hal
ini untuk menjaga perasaan anak-anak De’Rainbow yang lain, terutama Tasya.
Berpacaran dengan mantannya teman aja udah dianggap pengkhianat, apalagi kalo
berpacaran dengan mantannya teman yang juga teman dekat kita dan teman kita
itu. Aaah, ribetlah ngejelasinnya. Tapi walaupun udah dijelaskan panjang lebar
bahwa Chacha dan Iin tidak berpacaran dan tidak berniat seperti itu, semua
orang memprediksi mereka akan jadian cepat atau lambat.
Awalnya baik Chacha ataupun Iin
menanggapi santai. Lama kelamaan, hal konyol itu membuat mereka
berdua kesal. Sanking kesalnya, Chacha dan Iin akhirnya menjadikan hal itu
sebagai bahan olok-olokan untuk membuat orang-orang di sekitar mereka kesal.
Ungkapan cinta dan pujian yang berlebihan, panggilan sayang sok imut sukses
membuat orang-orang di sekitar mereka jera menjodoh-jodohkan mereka berdua. Kak
Ciara bahkan jera bertanya soal hubungan mereka berdua setelah Chacha dan Iin
menunjukkan PDA yang alay dan berlebihan setiap kali ia menanyakan soal
itu.
Mereka sedang asyik bermain game adventure di PS3 ketika sifat
manja Iin mulai muncul.
"Cha, bikinin minum
dong. Haus nih. Ada jus tuh di kulkas"
"Emoh, bikin aja
sendiri. Kayak lu ga punya tangan aja"
"Aaaaahhh........bikinin"
Iin merengek manja sambil menendang-nendang udara kosong. Chacha memandangnya
dengan tatapan jijik
"Hiiiii.....gue
lempar stick ps baru tau rasa lu"
"Hik, hik....ayo
dong Chacha sayang" Iin mulai mencolek-colek pinggang Chacha dengan jempol
kakinya
"Sayang mata
lu" Chacha terus bermain ps tak menggubris tingkah Iin
"Cha...bikinin
dong, haus banget nih. Seriusan…"
Karena Chacha tak menggubris, akhirnya Iin turun dari sofa, duduk
di samping Chacha, dan mulai memain-mainkan tangannya di depan wajah Chacha,
menghalangi pandangan temannya itu ke layar tv. Awalnya Chacha tak menggubris
tingkah laku Iin, ia hanya berusaha menghalau tangan Iin. Namun lama kelamaan
hal itu membuatnya kesal. Dengan garang, Chacha menerkam Iin dan menggigit
lengannya sekuat tenaga. Iin bereaksi spontan dengan mendorong kepala Chacha,
namun Chacha tetap keukeuh menggigit lengan Iin. Akhirnya gigitan Chacha
terlepas setelah Iin berhasil mendorongnya hingga jatuh ke lantai.
“Gila sakit banget! Sial
lu Cha!”
“Rasain, abisnya
ngeselin sih”
Tak terima dengan reaksi
Chacha, Iin menjepit tubuh Chacha dengan kedua kakinya. Chacha yang hendak
bangkit untuk duduk, kembali terjatuh ke karpet.
"Gue arm-lock lu
Cha" Teriak Iin bahagia sambil memelintir tangan Chacha.
“Aduh…aduh…aduh…”
Chacha mencubit-cubit
kaki Iin karena kesakitan. Setelah berhasil melepaskan diri dari arm-lock Iin,
bukannya diam, Chacha malah menubruk Iin dari belakang, melingkarkan kakinya di
pinggang Iin, dan menjepit leher Iin dengan tangannya.
"Kalo di UFC ini
namanya Rear-Naked-Choke"
“Sakit Cha, sakit,
sakit!” Teriak Iin
Iin berguling ke belakang hingga jepitan tangan Chacha sedikit
mengendor. Setelah itu ia berguling ke samping, dengan sigap ia
melepaskan diri kemudian berbalik memegang pergelangan tangan Chacha. Walaupun
badan mereka sakit, keduanya tetap melanjutkan permainan gulat kasar mereka
sambil tertawa-tawa hepi. Chacha meronta dengan menendang- nendangkan kakinya
ke arah Iin.
"Lepas ga, lepas
ga" Perintahnya.
Bukannya melepaskan
tangan Chacha, Iin malah menahan kaki liar Chacha dengan lututnya.
"Mau ngapain lagi
lu sekarang, hah?" Tantang Iin tertawa merayakan kemenangannya
"Udah In, tangan
gue sakit nih, seriusan"
"Bilang dulu
-maafin gue pangeran Indra yang tampan-" Goda Iin
"Ogah, lu bilang
aja sendiri"
"Ya udah, ga gue
lepasin"
"Ntar lu juga
capek" Jawab Chacha asal sambil mengejek. Ekspresi Iin berubah, Iya juga
ya, pikirnya dalam hati. Ia berpikir sejenak, sebelum kemudian
tersenyum lebar
"Cha....lu dilihat
dari dekat ternyata cakep juga"
Chacha tertawa geli
mendengar rayuan Iin
"Kampret lu In. Iya
dah, iya dah... gue kalah… awas, AWAS!!!" Usir Chacha galak
"Bilang yang tadi
gue suruh dulu" Iin menolak melepaskan Chacha
"Apaan?"
"Yang tadi, maafin
gue..."
"Iya gue maafin lu,
In" Jawab Chacha
"Kok jadi gue yang
minta maaf? Maksudnya elu nyong! Ngeselin yah..." Iin menusuk-nusuk
pinggang Chacha dengan jarinya hingga Chacha kegelian.
"Iya..iya... maafin
gue pangeran Indra yang sangat tampan dan luar biasa keren. Udah lepasin"
"Kurang keras"
"Bodo, yang penting
kan udah gue ucapin"
“Ya udah, ga gue
lepasin” Ancam Iin
“Bodo, yang capek siapa”
"Chacha sayaaang...
gue cium pipi lu ya…" Iin mendekatkan wajahnya ke wajah Chacha.
Chacha menjerit dan meronta sehingga tangannya lepas dari pegangan
Iin. Hal itu membuat Iin terjatuh tepat di atas Chacha. Jangan
berharap ada ciuman tak terduga, karena hal itu tidak terjadi. Yang ada adalah
benturan keras di dahi mereka. Chacha dan Iin berguling ke samping memegang
dahi masing-masing yang terasa nyeri dan berdenyut. Setelah itu mereka
bertengkar lagi saling melemparkan kesalahan. Tiba-tiba Chacha merasa bibir
atasnya nyeri. Ia menyentuh bagian yang sakit dengan jari telunjuk dan merasa
memegang cairan. Begitu dilihat, ternyata darah. Chacha melihat Iin yang mengelus-elus
dahi dan gigi depannya. Tampaknya gigi depan Iin membentur bibir Chacha hingga
berdarah.
“Gila In! Gigi lu
tajam amat sih, lu asah ya? Bibir gue luka gara-gara kebentur gigi lu”
“Enak aje. Bibir lu tuh
yang keras kayak batu. Kebanyakan minum steroid sih lu. Sakit banget gigi gue”
Iin berjalan ke arah cermin di ruang keluarganya dan berkaca untuk melihat
kondisi dahi dan giginya setelah benturan tersebut “Patah ga ya? Bisa berabe
nih kalo patah. Wajah gue bisa berkurang ketampanannya”
Chacha menatap Iin kesal
“Patah? Lebay amat lo.
Ini bibir gue beneran pecah gara-gara gigi lo”
“Emang udah pecah-pecah
dari dulu. Ga lu rawat sih. Makanya pake lipbalm. Dasar cewek jadi-jadian”
Chacha menjambak rambut
Iin karena kesal, setelah itu kabur ke luar rumah sambil tertawa senang. Iin
berteriak kesakitan dan mengejar Chacha. Di teras ia berhasil menangkap Chacha,
namun sebelum sempat menghukum Chacha, terdengar suara riuh dari luar pagar.
“Aduh mesra amat siiih”
Iin dan Chacha mencari sumber suara dan melihat segerombolan ibu-ibu kompleks
baru pulang dari pengajian. Ibu-ibu tersebut tersenyum dan menggoda mereka
sambil ngeloyor pulang. Yang lebih mengesalkan gerombolan ibu-ibu pengajian itu
berkomentar sambil lalu aja sehingga Iin dan Chacha tidak memiliki kesempatan
untuk menjelaskan duduk perkaranya. Mereka berdua ditinggalkan dalam keadaan
bengong dan dahi yang bengkak.
Bersambung