Jumat, 08 Agustus 2014

Cerita Manis D'Rainbow Setelah SMA Part 1

Chacha ngajarin Iin karate

"Iin! Iin" Teriak Chacha dari balik pagar.
"Bentaaar!!!" Terdengar suara teriakan Iin dari dalam rumah.
Chacha termenung di depan pagar rumah Iin. Sedih rasanya hanya punya satu rumah lain untuk dikunjungi di kompleks rumah sebesar ini. Sudah tiga tahun sejak mereka lulus SMA. Tasya dikuliahkan ke Amerika oleh orang tuanya, Helen dapat beasiswa ke Pohang University di Korea Selatan. Bebi memilih kuliah di Indonesia, sekalian menerusnya karirnya di dunia hiburan. Menurut Chacha sih, Bebi kuliah cuma buat formalitas aja, buat nyenangin ortu dan mendapat image yang cukup baik di mata masyarakat.
Iin kuliah di Indonesia, di universitas bisnis swasta ternama di Jakarta. Sebenarnya Iin pengen kuliah culinary arts di Amerika biar tetap deket sama Tasya, yang dia gadang-gadang sebagai cinta sejatinya. Sayangnya, nyokap Iin ga setuju anak kesayangannya pergi sejauh itu. Dengar Iin nyebut kalimat "kuliah di Amerika" aja udah bikin nyokapnya histeris, apalagi kalo Iin benar-benar kesana. Jadilah Iin kuliah di bidang bisnis sembari ikut kursus memasak intensif milik seorang celebrity chef. 
Malang buat Iin, untung buat Chacha. Bukannya sirik, tapi kalo Iin jadi ke Amerika, maka satu-satunya anggota De'Rainbow yang tinggal di Indonesia selain dirinya adalah Bebi. Bahkan dengan anggota De'Rainbow yang lengkap aja, Chacha dan Bebi udah sering banget berantem, apalagi cuma ditinggal berdua? Sedangkan Chacha sendiri, dia cukup beruntung bisa lolos di salah satu universitas negeri di Jakarta. Ortunya ga bakal sanggup kalo harus nguliahin dia di Universitas Swasta.
Chacha sempat kepikiran buat mantepin karirnya di olahraga, tapi setelah nyari informasi sana-sini ternyata karir berolahraga di Indonesia belum bisa diandalkan jadi sumber penghasilan. Perjuangan buat jadi atlet ga semudah yang dibayangkan orang-orang. Kak Ciara bilang, menjadi atlet itu benar-benar butuh kerja keras dan fokus. Setiap hari harus latihan intensif. Waktu buat kuliah, main-main akan tersita. Nyari kerja part-time pun ga bisa lagi. Belum lagi nyari biaya buat bayar pendidikannya yang ga sedikit. Ciara yang juga atlet dansa di kampus, pada akhirnya harus mengorbankan passionnya itu dan memilih bekerja di kantoran.
“Gue mesti milih apa nih guys? Gue bingung” Tanya Chacha ke anak-anak De’Rainbow waktu mereka nunggu pengumuman kelulusan.
“Kalo menurut gue sih, kalo lu pengen banget jadi atlet. Kenapa ga di coba aja? Kayak pepatah lama, where there is a will, there is way” Kata Helen
“Iya Cha, coba aja dulu. Kalo soal biaya kan bisa nyari beasiswa” Kata Tasya
“Tapi nyarinya kan ga semudah itu Sya. Kalo dapat, kalo ga?” Kata Indra berargumen
“Ya jangan pesimis kayak gitu dong” Jawab Tasya lagi
“Betul In, menurut artikel penelitian mengenai psikologi manusia yang gue baca, orang yang optimis cenderung lebih sukses daripada orang yang pesimis. Karena pesimis itu bikin seseorang takut mencoba hal-hal baru”
“Emang lu mau jadi atlet apa sih Cha? Lu kan sukanya banyak, basketlah, taekwondo-lah, karatelah?” Tanya Bebi
“Kayak lu dong Beb, sukanya banyak. Ya Virgo-lah, ya Oyon-lah, ya Ricko-lah, ya Daniel-lah…” Canda Iin
“Kita kan lagi ngebahas Chacha, bukan Gue” Protes Bebi
Anak-anak De’Rainbow langsung tertawa dan mulai menggoda Bebi. Namun kata-kata Bebi ada benarnya, Chacha suka olahraga, tapi ia ga pernah fokus di satu cabang. Chacha pun mempertanyakan kesiapannya sendiri menjadi atlet. Akhirnya Chacha memilih jalur yang lebih aman, kuliah.
Untungnya di kampus ada UKM basket dan karate, jadi Chacha ga sedih-sedih amat. Selain itu, Chacha juga mengembangkan minat barunya di travelling. Ia aktif di organisasi mahasiswa pecinta alam di kampusnya. Kalo ada tempat dengan pemandangan bagus, Chacha akan selalu nge-tag foto itu di facebook ke anak-anak De’Rainbow yang tersebar dimana-mana bersama kata-kata ‘I wish u were here guys’ atau ‘kalo kita kumpul lagi, kita harus jalan ke sini! Setuju!’.

"Iin lama banget sih, pegel nih!" Teriak Chacha kesal
"Iya...Iya, bawel!" Iin muncul dengan tergesa-gesa dari dalam untuk membuka pagar rumahnya
"Jangan lupa kunci lagi Cha" Katanya sambil berjalan masuk terburu-buru  ke dalam rumah
"Ih, lu udah main duluan ya. Kan gue bilang, tungguin"

Tasya dan Iin sempat mencoba LDR selama setengah tahun, sebelum akhirnya memutuskan untuk mengakhiri hubungan mereka karena terlalu sulit untuk dijalani. Banyak pertengkaran terjadi karena salah paham dan kekhawatiran berlebihan. Apalagi Iin tipe pria overprotective. Perbedaan jarak dan waktu membuat mereka tidak bisa duduk bersama untuk mengatasi masalah. Tasya mengalami banyak kesulitan berhadapan dengan lingkungan asing sendirian, karena itu Chacha tidak menyalahkan Tasya ketika ia akhirnya tidak tahan dan meminta putus duluan. Banyak yang menyayangkan putusnya hubungan Tasya dan Iin, termasuk Chacha sendiri. Ia mengenal keduanya sejak kecil dan tau bahwa keduanya cocok.
Tahun pertama Tasya pulang ke Indonesia, keadaan terasa sangat canggung. Meskipun mereka tetap mengobrol dan bercanda tawa, tapi Chacha tau kalo keduanya belum bisa ngelupain hubungan mereka. Keadaan sempat menjadi lebih buruk ketika Tasya memutuskan move on, dan pacaran lagi dengan teman kuliahnya yang berasal dari Indonesia juga.  Chacha udah sering lihat Iin nangis, tapi ga pernah lihat Iin sedih dalam kurun waktu selama itu. Chacha mendorong Iin untuk move on juga. Iin sempat dekat dengan beberapa teman kuliahnya dan jadian dengan 1 atau 2 diantaranya, tapi ga ada yang berjalan lebih dari 3 bulan. Setelah itu, Iin kembali sibuk dengan dunianya sendiri.
Untuk alasan inilah mengapa dulu anggota De'Rainbow punya peraturan untuk tidak menyukai sesama anggota De'Rainbow karena keadaan jadi luar biasa canggung begitu pacarannya bubar. Tapi yah namanya bareng-bareng terus, di satu masa, setiap anggota cewek De'Rainbow pasti pernah suka sama Iin.  Helen waktu SD, Bebi waktu SMA, namun hanya Tasya yang mendapat tempat spesial di hati Iin. Chacha sendiri juga mengakui dia menaruh perhatian lebih pada Iin sejak dulu. Bahkan agak cemburu kalo Iin dekat dengan anggota De’Rainbow yang lain. Entah karena di De'Rainbow sendiri mereka termasuk yang paling akrab atau karena Chacha memang suka Iin, tapi ga pernah mau mengakui hal itu termasuk ke dirinya sendiri.
Iin sendiri agak surprise tau Chacha pernah menyukai dirinya, secara menurut Iin Chacha itu cukup populer dan banyak disukai cowok-cowok di sekolah. Bahkan di mata Iin, Chacha itu sedikit playgirl. Tapi sejak masalah yang menimpa keluarganya, pribadi Chacha menjadi lebih tertutup. Setelah putus dari  Mongki satu tahun lalu, Chacha tidak terlihat punya gandengan lagi. Jadi seperti inilah mereka berdua menghabiskan waktu, bermain PS di ruang keluarga Iin. Chacha duduk di karpet, sementara Iin tiduran di sofa. Bebi terkadang datang hanya untuk mengkritik gaya hidup dan tampang kucel mereka.
Di sela-sela kesibukannya sebagai artis, Bebi masih meluangkan waktu khusus untuk memaksa Chacha dan Iin menghabiskan waktu di luar, entah itu untuk menemaninya ke salon, party, belanja, apapun yang penting Chacha dan Iin harus keluar untuk bersosialisasi dan mengenal orang-orang baru. Bebi sering mengajak mereka dinner di luar bersama teman-teman satu managementnya. Tapi bagaimana bisa Chacha dan Iin berbaur bersama teman-teman artis Bebi yang tampan dan cantik dengan tampang begini. 
         Dan ditraktir Bebi adalah hal terakhir yang Chacha inginkan. Mereka sering bertengkar dan Chacha sering memarahi dan mengejek sifat manja Bebi, karena itu, ada sedikit rasa gengsi jika ia harus menerima kenyataan bahwa hidup Bebi saat ini jauh lebih baik darinya. Iin mengerti perasaan Chacha, sehingga setiap kali dinner di luar bersama Bebi dan teman-temannya, dia selalu  punya alasan untuk mentraktir Chacha. Bahkan beberapa teman Bebi menyangka Chacha dan Iin berpacaran. Jangankan teman-teman Bebi, orangtua Chacha dan Iin juga mempertanyakan status hubungan mereka
       Chacha merasa harus mengklarifikasi hal ini untuk menjaga perasaan anak-anak De’Rainbow yang lain, terutama Tasya. Berpacaran dengan mantannya teman aja udah dianggap pengkhianat, apalagi kalo berpacaran dengan mantannya teman yang juga teman dekat kita dan teman kita itu. Aaah, ribetlah ngejelasinnya. Tapi walaupun udah dijelaskan panjang lebar bahwa Chacha dan Iin tidak berpacaran dan tidak berniat seperti itu, semua orang memprediksi mereka akan jadian cepat atau lambat.
       Awalnya baik Chacha ataupun Iin menanggapi santai. Lama kelamaan, hal konyol itu  membuat mereka berdua kesal. Sanking kesalnya, Chacha dan Iin akhirnya menjadikan hal itu sebagai bahan olok-olokan untuk membuat orang-orang di sekitar mereka kesal. Ungkapan cinta dan pujian yang berlebihan, panggilan sayang sok imut sukses membuat orang-orang di sekitar mereka jera menjodoh-jodohkan mereka berdua. Kak Ciara bahkan jera bertanya soal hubungan mereka berdua setelah Chacha dan Iin menunjukkan PDA yang alay dan berlebihan setiap kali ia menanyakan soal itu.
Mereka sedang asyik bermain game adventure di PS3 ketika sifat manja Iin mulai muncul.
"Cha, bikinin minum dong. Haus nih. Ada jus tuh di kulkas"
"Emoh, bikin aja sendiri. Kayak lu ga punya tangan aja"
"Aaaaahhh........bikinin" Iin merengek manja sambil menendang-nendang udara kosong. Chacha memandangnya dengan tatapan jijik
"Hiiiii.....gue lempar stick ps baru tau rasa lu"
"Hik, hik....ayo dong Chacha sayang" Iin mulai mencolek-colek pinggang Chacha dengan jempol kakinya
"Sayang mata lu" Chacha terus bermain ps tak menggubris tingkah Iin
"Cha...bikinin dong, haus banget nih. Seriusan…"

Karena Chacha tak menggubris, akhirnya Iin turun dari sofa, duduk di samping Chacha, dan mulai memain-mainkan tangannya di depan wajah Chacha, menghalangi pandangan temannya itu ke layar tv. Awalnya Chacha tak menggubris tingkah laku Iin, ia hanya berusaha menghalau tangan Iin. Namun lama kelamaan hal itu membuatnya kesal. Dengan garang, Chacha menerkam Iin dan menggigit lengannya sekuat tenaga. Iin bereaksi spontan dengan mendorong kepala Chacha, namun Chacha tetap keukeuh menggigit lengan Iin. Akhirnya gigitan Chacha terlepas setelah Iin berhasil mendorongnya hingga jatuh ke lantai.

“Gila sakit banget! Sial lu Cha!”
“Rasain, abisnya ngeselin sih”
Tak terima dengan reaksi Chacha, Iin menjepit tubuh Chacha dengan kedua kakinya. Chacha yang hendak bangkit untuk duduk, kembali terjatuh ke karpet.
"Gue arm-lock lu Cha" Teriak Iin bahagia sambil memelintir tangan Chacha.
“Aduh…aduh…aduh…”
Chacha mencubit-cubit kaki Iin karena kesakitan. Setelah berhasil melepaskan diri dari arm-lock Iin, bukannya diam, Chacha malah menubruk Iin dari belakang, melingkarkan kakinya di pinggang Iin, dan menjepit leher Iin dengan tangannya.
"Kalo di UFC ini namanya Rear-Naked-Choke"
“Sakit Cha, sakit, sakit!” Teriak Iin

Iin berguling ke belakang hingga jepitan tangan Chacha sedikit mengendor.  Setelah itu ia berguling ke samping, dengan sigap ia melepaskan diri kemudian berbalik memegang pergelangan tangan Chacha. Walaupun badan mereka sakit, keduanya tetap melanjutkan permainan gulat kasar mereka sambil tertawa-tawa hepi. Chacha meronta dengan menendang- nendangkan kakinya ke arah Iin.

"Lepas ga, lepas ga" Perintahnya.
Bukannya melepaskan tangan Chacha, Iin malah menahan kaki liar Chacha dengan lututnya.
"Mau ngapain lagi lu sekarang, hah?" Tantang Iin tertawa merayakan kemenangannya
"Udah In, tangan gue sakit nih, seriusan"
"Bilang dulu -maafin gue pangeran Indra yang tampan-" Goda Iin
"Ogah, lu bilang aja sendiri"
"Ya udah, ga gue lepasin"
"Ntar lu juga capek" Jawab Chacha asal sambil mengejek. Ekspresi Iin berubah, Iya juga ya, pikirnya dalam hati. Ia berpikir sejenak,  sebelum kemudian tersenyum lebar
"Cha....lu dilihat dari dekat ternyata cakep juga"
Chacha tertawa geli mendengar rayuan Iin
"Kampret lu In. Iya dah, iya dah... gue kalah… awas, AWAS!!!" Usir Chacha galak
"Bilang yang tadi gue suruh dulu" Iin menolak melepaskan Chacha
"Apaan?"
"Yang tadi, maafin gue..."
"Iya gue maafin lu, In" Jawab Chacha
"Kok jadi gue yang minta maaf? Maksudnya elu nyong! Ngeselin yah..." Iin menusuk-nusuk pinggang Chacha dengan jarinya hingga Chacha kegelian.
"Iya..iya... maafin gue pangeran Indra yang sangat tampan dan luar biasa keren. Udah lepasin"
"Kurang keras"
"Bodo, yang penting kan udah gue ucapin"
“Ya udah, ga gue lepasin” Ancam Iin
“Bodo, yang capek siapa”
"Chacha sayaaang... gue cium pipi lu ya…" Iin mendekatkan wajahnya ke wajah Chacha.
Chacha menjerit dan meronta sehingga tangannya lepas dari pegangan Iin. Hal itu  membuat Iin terjatuh tepat di atas Chacha. Jangan berharap ada ciuman tak terduga, karena hal itu tidak terjadi. Yang ada adalah benturan keras di dahi mereka. Chacha dan Iin berguling ke samping memegang dahi masing-masing yang terasa nyeri dan berdenyut. Setelah itu mereka bertengkar lagi saling melemparkan kesalahan. Tiba-tiba Chacha merasa bibir atasnya nyeri. Ia menyentuh bagian yang sakit dengan jari telunjuk dan merasa memegang cairan. Begitu dilihat, ternyata darah. Chacha melihat Iin yang mengelus-elus dahi dan gigi depannya. Tampaknya gigi depan Iin membentur bibir Chacha hingga berdarah.

 “Gila In! Gigi lu tajam amat sih, lu asah ya? Bibir gue luka gara-gara kebentur gigi lu”
“Enak aje. Bibir lu tuh yang keras kayak batu. Kebanyakan minum steroid sih lu. Sakit banget gigi gue” Iin berjalan ke arah cermin di ruang keluarganya dan berkaca untuk melihat kondisi dahi dan giginya setelah benturan tersebut “Patah ga ya? Bisa berabe nih kalo patah. Wajah gue bisa berkurang ketampanannya”

Chacha menatap Iin kesal

“Patah? Lebay amat lo. Ini bibir gue beneran pecah gara-gara gigi lo”
“Emang udah pecah-pecah dari dulu. Ga lu rawat sih. Makanya pake lipbalm. Dasar cewek jadi-jadian”
Chacha menjambak rambut Iin karena kesal, setelah itu kabur ke luar rumah sambil tertawa senang. Iin berteriak kesakitan dan mengejar Chacha. Di teras ia berhasil menangkap Chacha, namun sebelum sempat menghukum Chacha, terdengar suara riuh dari luar pagar.
“Aduh mesra amat siiih” Iin dan Chacha mencari sumber suara dan melihat segerombolan ibu-ibu kompleks baru pulang dari pengajian. Ibu-ibu tersebut tersenyum dan menggoda mereka sambil ngeloyor pulang. Yang lebih mengesalkan gerombolan ibu-ibu pengajian itu berkomentar sambil lalu aja sehingga Iin dan Chacha tidak memiliki kesempatan untuk menjelaskan duduk perkaranya. Mereka berdua ditinggalkan dalam keadaan bengong dan dahi yang bengkak.

Bersambung