mengenang scene lucu indra ngejahilin chacha zaman sma
Chacha masih membantu Iin mengelola café-nya yang sudah punya 4 cabang. Tugas Chacha tidak menyita banyak waktu, setiap pagi sebelum berangkat kuliah. Ia menarik data penjualan di komputer kasir, kemudian memeriksa apakah setoran harian yang diberikan sesuai dengan penjualan atau tidak. Setelah itu, Chacha akan menyetor uangnya ke rekening Iin dan mengirimkan laporannya lewat email. Iin sedang mempersiapkan 2 bisnis barunya, desain kaos dan studio musik di sela-sela waktu kuliah sehingga tidak punya waktu untuk mengambil setoran café. Karena pekerjaannya sudah serius, Iin pun sudah menggaji dan memberikan jabatan kepada Chacha. Iin hanya sesekali saja mengunjungi café-café-nya.
Chacha
mondar-mandir melihat pantulannya di kaca pintu atm untuk mengecek keadaan
benjol di dahinya. Sudah dua hari namun benjolannya belum sembuh juga. Mama
Chacha tertawa ketika melihat mereka berdua berjalan bersama dengan dahi yang
sama-sama benjol. Begitu juga para tetangga dan karyawan Iin senyum-senyum
mengomentari benjolan di dahi mereka. Mamanya Iin justru bertanya dengan curiga.
“Kepala
kalian kok bisa sama-sama bengkak begitu sih”
Chacha
memandang Iin, mengisyaratkan agar ia menjawabnya. Iin sudah mulai menyadari
dampak negative yang diakitbatkan sifat overprotektif mamanya ke orang lain,
jadi Iin menghindari jawaban yang membuat Chacha berada di pihak yang bersalah.
Zaman sma dulu, Chacha pernah kena damprat mamanya Iin. Di mata mamanya Iin, persoalan
Chacha benar-benar bersalah atau tidak adalah urusan kedua, yang penting anak
kesayangannya sehat wal’afiat dulu.
“Tadi
kebentur…” Jawab Iin singkat
“Kebentur
apa, kok bisa berdua gitu?” Tanya mamanya semakin curiga
“Kebentur
aja…” Jawab Iin asal
Mamanya
bertambah bingung
“Jawab
dong In. Siapa tau benturannya kena bagian yang berbahaya. Tau-tau udah
pendarahan di dalam aja. Mama ga mau kehilangan anak kesayangan mama”
“Eng….eng….”
Iin bingung mencari alasan. Karena bingung, akhirnya Iin pun mengaku “Kebentur
kepala Chacha” Mendengar jawaban Iin, Chacha langsung menepok jidatnya sendiri,
lalu mengerang pelan karena tak sengaja menepok bagian yang bengkak.
“Kok
bisa?” Tanya mama Iin semakin curiga “Kalian ngapain?”
O
my God, teriak Chacha dalam hati. Ia sedikit trauma karena dulu mamanya Iin
pernah berkomentar sinis soal Chacha yang dianggapnya ga punya sopan santun dan
tata krama sebagai dampak perceraian orang tuanya. Semenjak itu, Chacha
selalu menjaga jarak dan perilaku di depan mamanya Iin. Chacha akan langsung
kabur dan tidak berkunjung lagi selama setengah tahun jika Iin menjawab bahwa
kepala mereka terbentur ketika bergulat. Chacha sudah bisa membayangkan isi
pikiran mamanya Iin jika mendengar jawaban itu.
“Tadi….tadi….tadi….
kita lagi main smackdown” Jawab Iin pasrah
Chacha
langsung tertunduk lemas.
“Apaan
tuh smackdown?” Tanya mamanya IIn
“Tante,
saya izin pulang dulu ya. Tadi udah janjian mau jalan ke mall bareng kak Ciara”
Chacha berusaha tersenyum
“Oh
iya, ya udah. Hati-hati di jalan ya Cha”
“Iya
Tante” Chacha menyalim tangan mamanya Iin dan buru-buru kabur. Ia tidak ingin
berada di tempat itu ketika Iin menjelaskan apa arti smackdown pada mamanya.
Dan benar apa yang Chacha prediksi, ketika keesokan harinya mereka tak sengaja
berjumpa di minimarket, wajah mamanya Iin benar-benar tidak ramah.
“Lu
gila ya, ngomong ke nyokap lu kalo kita masih main smackdown udah segede ini”
Ia menoyor kepala Iin ketika mereka bermain PS di rumah Chacha. Giliran Chacha
yang duduk di sofa, dan Iin duduk di karpet.
“Terus
gue mesti jawab apa lagi? Gue ga ada ide. Lu juga diam aja” Jawab Iin sambil
membalas menoyor kepala Chacha.
“Apa
kek, setidaknya bukan itu. Lu tau sendiri nyokap lu ngelihat gue gimana” Protes
Chacha
“Tapi
untung lu buru-buru pulang kemarin Cha. Lu tau ga sih, gue diceramahin soal
seks bebas ama nyokap gue, hahahahahaha” Iin tertawa geli
“EMANG
GUE SENGAJA PULANG KARENA GUE TAU PIKIRAN NYOKAP LU BAKAL KEMANA-MANA. Lu tau
ga sih, kemarin pas ketemu di minimarket, gue dijutekin ama nyokap lu”
“Serius
lo?” Tanya Iin tak percaya hingga ia mengabaikan game ps-nya.
“Huuu….kayak
ga tau nyokap lu aja. Udah sering, kale. Jangan-jangan gue udah dicap sebagai
cewek penggoda ama nyokap lu”
“Iya,
kata nyokap gue kemarin –lagian si Chacha kok masih mau sih, ngeladenin
permainan begituan. Dia kan anak gadis. Begitu tuh, kalo anak gadis dikasi les
karate jadi kayak cowok kan-“
“Lah
elu, hobinya masak ama ngerawat diri, narsis lagi. Kan kebalikan juga, apa
bedanya ama gue? Ga adil! Terus…terus…?” Tanya Chacha penasaran, giliran dia
yang mengabaikan permainan ps-nya.
“Gue
jawab aja – yah… namanya juga lagi diserang. Pasti ngelindungi dirilah Ma-
Terus nyokap gue jawab –halah, kalo dia ga ngebalas, kamu juga pasti ga akan
terus-terusan nyerang. Emang dia aja yang kegenitan-“
“Maksudnya???”
Teriak Chacha kesal “Gue harus rela tangan gue dipelintir ama lu gitu?
Akkkhhhh, gue kesel ama nyokap lu…!!! Sorry ya In. Tapi lu juga sih, jawabnya
begitu. Abis deh gue. Tapi bodo ah” Chacha berusaha menahan emosinya karena
yang mereka bahas adalah mamanya Iin. Iin mungkin menganggap hal itu hanya
kata-kata lucu dari nyokapnya, tapi bagi Chacha, itu seperti menekankan
pandangan sinis nyokap Iin terhadap Chacha dan keluarganya. Awalnya Iin
tertawa-tawa melihat wajah merengut Chacha, namun ia kemudian sadar bahwa
temannya itu benar-benar kesal.
“Sorry
ya Cha, gara-gara gue image lu jadi hancur”
“Yaelah
gitu aja, biasa aja kali In” Chacha berusaha tersenyum
“Lu
kesal ya?” Tanya Iin dengan iseng melongok tepat di depan wajah Chacha. Chacha
tidak menjawab, hanya mendorong muka Iin agar menjauh.
“Gue
tau lu bakal kesal” Iin kemudian berjalan menuju tasnya. Ia mengambil sesuatu
dari tas dan melemparkan benda itu ke pangkuan Chacha “Buat lu, biar marahnya
hari ini reda dikit” Kata Iin sambil kembali duduk di karpet dan bermain ps.
Chacha mengambil benda yang dilempar Iin tadi, sebuah coklat batang berukuran
besar. Chacha tersenyum, bukan karena coklat yang diberikan Iin, tapi karena
kepeduliannya. Iin tau Chacha akan marah setelah mendengar ceritanya, jadi ia
sudah menyiapkan hadiah untuk meredakan amarah Chacha. Kepedulian Iin terhadap
hal-hal kecil seperti ini yang membuat para gadis De’Rainbow secara bergantian
menaruh hati padanya.
“Kok
lu bisa nebak sih, gue bakal kesal beneran”
“Yaelah,
kayak gue baru kenal lu kemarin aja”
Chacha
tersenyum mendengar jawaban Iin
“Boleh
gue makan nih?” Tanya Chacha
“Ya
bolehlah. Emang buat lo”
“Thank
you ya In”
“Sama-sama
Chacha”
Mereka
kembali sibuk bermain ps ketika suara yang sangat familiar terdengar dari
lantai bawah.
“CHACHAAA….IIIN….
BEBI IS COMING”
“NAIK
AJA BEB. KITA DI ATAS” Teriak Chacha sekuat tenaga
“KALIAN
MAIN PS LAGI YA???”
“IYAAA!!!”
Teriak Chacha lagi
“IIIHHH….DASAR!!!!
UDAH GEDE JUGA, MASIH AJA MAEN PS”
“BAWEEEEEL”
“WOI
INI RUMAH, BUKAN HUTAN. UDAH KAYAK TARZAN LU BERDUA” Teriak Iin kesal sambil
menggosok-gosok telinganya
Bebi
muncul dari anak tangga dengan gaya centil khasnya
“Haaaai….”
Sapa Bebi riang
“Haaaai….”
Balas Chacha dan Iin datar
“Ih,
ga seru banget sih nyapa lu berdua” Keceriaan Bebi berubah menjadi amarah
“Sambutan
lu berdua kayak ga ada semangat hidup, tau ga! Beda ama sambutan Tasya – Helen.
Kalo mereka yang disini, pasti jawabannya -Aaahhhh, Bebi sayang. Duduk
sini, sini! Aduuuh, kangen deh dua hari ga ketemu!- Terus kita bertiga nonton
bareng film drama romantis, terus makan di luar sambil ngegosipin artis-artis
di management gue, atau ga ngegosipin alumni-alumni sma kita. Huh” Bebi dengan
seenaknya duduk di lengan sofa Chacha dan menghalangi pandangannya ke layar tv.
“Beb,
minggir ga kelihatan”
“Ogah.
Emang sengaja!”
Chacha
mengerang kesal dan berpindah tempat ke sebelah Iin yang duduk di karpet.
“Iiiiihh,
ini permainan seram amat sih!!! Banyak darah gitu. Ga ada game yang lebih
lucu apa? Remote tv mana?”
“Hilang”
Jawab Chacha
“Lu
kemanain?” Tanya Iin bisik-bisik
“Ssstttt”
Bisik Chacha menyuruhnya tetap diam
“Matiin!
Matiiin! Sesuai perjanjian kita. Sabtu-minggu NO-PS!” Teriak Bebi kesal
“Ntar
Beb, nanggung nih”
“Katanya
mau jalan-jalan!!! Mana? Mandi aja blom!”
“Gue
udah mandi, tinggal ganti baju” Jawab Iin
“Gue
juga udah mandi” Jawab Chacha
“Kapan?”
Teriak Bebi masih kesal
“Kemaren
sore” Jawab Chacha seenaknya
“Bujuk
buset” Indra yang duduk di samping Chacha terkejut “Pantesan daritadi gue nyium
bau iler. Lu rupanya”
“Enak
aja, gue ga ngiler. Bebi tuh yang ngiler”
“Enak
aja! Gue ga ngiler. Udah ah, ga usah mengalihkan topik pembicaraan! Cepetan lu
berdua mandi!”
Chacha
dan Iin mematikan PS kemudian berebutan ke kamar mandi.
***
Pukul
setengah delapan malam, Bebi, Chacha, dan Iin memutuskan makan di Sky Dining
plaza semanggi. Tempatnya cukup cozy, dan mereka bebas teriak-teriak karena
tempatnya di luar ruangan, dan yang pasti, karena disana ada akses internet
super cepat juga. Chacha udah janjian mau skype-an bareng Tasya dan Helen jam 8
nanti. Ga terlalu pagi buat Tasya dan ga terlalu malam juga buat Helen. Selesai
makan, Chacha menyalakan laptopnya dan mengatur skype-nya untuk bisa video
conference bareng Tasya dan Helen. Sembari menunggu Chacha, Iin mengobrol
dengan Bebi.
“Gw udah nonton FTV lu
yang terbaru Beb. Kok peran lu sebentar amat sih. Baru 2 menit muncul udah
diceritain mati. Padahal ceritanya bagus loh” Tanya Iin tak berperasaan. Chacha
menyikut Iin.
“Gw juga ga ngerti kenapa
gw pernah jadi pemeran utama. Akting gue bagus, tampang gw cakep. Produser ama
sutradaranya aja yang matanya jereng”
“Akting gitu lu bilang
bagus? Hellow….. give me a break. Akting lu tuh, bikin kepala gue sakit. Suara
lu, tampang lu, gesture lu, semuanya hancur” Terdengar suara menjengkelkan dari
belakang. Chacha, Iin, dan Bebi menoleh ke asal suara dan melihat tiga orang
gadis cantik seumuran mereka tengah berdiri sambil melipat tangan.
“Ci…ci…Cinta Lauriel?”
Kata Iin terbata-bata menunjuk gadis yang berdiri di tengah-tengah “Gue fans
berat lo” Kata Iin lagi. Chacha menahan Iin agar tidak bertingkah memalukan.
“Makasih. Jangan lupa
dukung gue jadi artis terfavorite di SCTV Awards ya” Kata Cinta Lauriel
tersenyum manis ke arah Iin. Iin menangguk patuh sementara Bebi dan Chacha
tampak geram.
“Ngapain lu di sini?”
Sentak Bebi galak
“Bukan urusan lo. Gue
cuma ga tahan aja dengar lu muji-muji diri sendiri. Iih, kasihan deh orang yang
haus pujian. Ha…ha…ha..hahahaha” Cinta Lauriel tertawa ngeselin diikuti oleh
dua temannya yang ikut-ikutan tertawa tapi dengan tampang bingung.
“Udah deh, ga usah
sok-sok-an. Lu juga terkenal karena modal tampang bule aja” Balas Bebi sengit
“Iih, iri ya. Kasihan
deh. Ayo guys, kita pergi! Ngapain buang-buang waktu buat orang ga penting.
Kalo tau lu di sini, gue juga ga bakalan makan di sini. Mana mau gue, makan
bareng artis papan bawah” Cinta Lauriel kembali tertawa ngeselin sebelum
berlalu dari hadapan mereka. Ia berbalik sebentar hanya untuk mengingatkan Iin
agar tidak lupa memilihnya di ajang SCTV Awards.
Sepeninggalnya Cinta
Lauriel, Iin tampak bahagia sementara Bebi sebaliknya.
“Siapa tuh?” Tanya Chacha
bingung
“Lu ga kenal dia Cha? Dia
bintang utama sinetron Ganteng-ganteng Harimau” Tanya Iin tak percaya
“Ga, gue jarang nonton
sinetron. Kalo pemain supernatural atau CSI gue kenal”
“Ya ampun Cha, itu tuh
Cinta Lauriel. Aktris muda paling popular di Indonesia saat ini” Jelas Iin
“Ga yang paling popular
juga kali In” Bantah Bebi
Ketika pelayan
mengantarkan minuman, Bebi mengambil gelasnya dan minum dengan tampang jutek.
Belum hilang kekesalannya, lagi-lagi terdengar suara yang sangat familiar dari
belakang mereka.
“Eh…eh…eh…eh…kayak kenal
deh”
“Siapa lagi sih?” Teriak
Bebi yang masih kesal dengan Cinta Lauriel
Iin dan Chacha menoleh ke
belakang dan melihat Oyon Suroyon sudah berdiri dengan gaya khasnya.
“Oyon!” Teriak Iin dan
Chacha berbarengan “Udah lama ga nongol”
“Gila, gw ga nyangka
bakal bilang ini. Tapi gw kangen banget sama lu Yon” Kata Iin sambil memeluk
Oyon
“Gantengan lu Yon. Dulu
dekil amat” Puji Chacha
“Yoi Cha. Udah jadi artis
harus perawatan dong”
“Lu kesini bareng siapa?
Bareng cewek lu ya? Kenalin dong” Tanya Iin
“Apaan sih In. Ga enak ah
ada ayang Beibeh di sini” Jawab Oyon “Ayang Beibeh…!!! Kamu makin cantik aja
deh”
“Bodo!” Balas Bebi
“Ihh, ayang Beibeh
jawabnya gitu” Kata Oyon sok ngambek
“Akrab banget sih lu
berdua. Jangan-jangan, jangan-jangan nih…” Terka Iin ga jelas
“Apaan sih In” Kata
Chacha bingung
“Loh, lu berdua ga tau?”
Tanya Oyon
“Blom tau apaan?” Chacha
balas bertanya
“Gue ama Beibeh kan udah
satu management sejak tiga bulan lalu” Jelas Oyon “Bebi ga ada cerita?”
Iin dan Chacha menggeleng
“Gue udah cerita. Mereka
aja yang ga dengar, gara-gara asik maen ps” Jelas Bebi dengan wajah kesal
“Begh, akrab banget lu
berdua” Goda Oyon “Bagus Cha, ajarin Iin biar jadi lebih macho. Lu berdua kan
cocok tuh. Sifatnya kebalik. Yang cewek, kecowok-cowok’an. Yang cowok,
kecewek-cewek’an”
“Lu juga cocok tuh sama
si Bebi. Sama-sama ngeselin” Balas Iin
“Lu ga tau aja Yon,
gara-gara sering bergaul ama Chacha nih. Si Iin sifatnya juga rada mirip Chacha
sekarang”
“Eh, si Tasya udah online
nih” Kata Chacha
Chacha
mengutak-atik skypenya sebentar dan tak lama kemudian wajah Tasya muncul di
layar laptop Chacha. Tasya duduk di halaman rumput kampus, keadaan di
sekelilingnya terang benderang. Philadelphia yang berbeda 11 jam
dengan Indonesia terlihat cerah dan hangat disinari matahari musim semi. Tasya
terlihat semakin cantik dan bergaya. Rambut panjangnya tampak berwarna coklat
diterangi sinar mentari pagi.
“Hey guys. I miss you so
much!”
“Tasyaaa!!!!!” Teriak
Chacha dan Bebi bersemangat. Iin juga menjawab sapaan Tasya, namun tidak
seantusias Chacha dan Bebi “Kita kangen banget nih sama lu” Lanjut Bebi
“Sama Beb. Aku juga
kangen kalian di sini” Balas Tasya
“Ih Tasya, lu tuh makin
cakep aja deh tiap hari. Lu beneran kuliah ga sih di sana” Puji Chacha
“Ah bisa aja Cha, kamu
juga kelihatan makin cakep kok”
“Makin kucel begini lu
bilang cakep” Bebi memprotes Tasya “Gue yang jelas-jelas makin cakep ga dipuji”
“Hiiii, sirik aja lu”
Balas Chacha
Tasya tergelak melihat
tingkah kedua temannya yang dari dulu memang selalu bertengkar
“Kamu cantiknya luar
biasa Beb, sampe ga bisa dipuji lagi. Apalagi di FTV kamu yang baru. Aku sampe
bela-belain streaming lho biar bisa nonton” Bebi tersenyum manis dipuji
sedemikian rupa
“Sya, kita kedatangan
teman lama nih?” Chacha menggeser laptop agar webcamnya menyorot wajah Oyon.
“Eh….itu Oyon ya?” Teriak
Tasya bersemangat “Kok beda sih, jadi ganteng!”
“Ah, Tasya bisa aja!”
Jawab Oyon malu-malu bikin jijay “Lu juga makin cakep Sya. Makin kayak bule!”
“Nama kamu sering banget
aku lihat di berita yahoo Indonesia. Kamu udah terkenal ya sekarang. Hebat
deh!!!” Kata Tasya, baik dan ramah seperti biasanya.
“Ah, Tasya mah…bikin malu
aja” Balas Oyon dengan logat betawi khasnya
“Sya, bentar ya. Gw
connect-in ke Helen dulu”
“Ok, Cha”
Chacha
mengutak-atik lagi laptopnya dan tak lama kemudian muncullah wajah imut Helen
dengan kacamata besarnya. Helen terlihat mengenakan piyama tidur dan selimut
tebal di luar ruangan. Ia menguap sangat lebar, tidak sadar anak-anak
De’Rainbow sudah bisa melihat tampangnya di layar laptop.
“Helen!!!!”
Teriakan mereka membuat Helen kaget dan berhenti menguap dengan mulut masih
terbuka lebar.
“Woi! Nguap gede amat.
Udah kayak buaya” Kata Iin tergelak
“Terserah gue dong,
mulut-mulut gue” Balas Helen “AAaaaaakhhhhhh……guys!!!!! Kangen banget gue lihat
kalian!” Lanjutnya lagi
“Kita juga” Teriak mereka
beramai-ramai kemudian tertawa riuh.
Mereka
saling bergantian menggoda dan mengolok-olok satu sama lain sehingga membuat
suasana menjadi semakin ramai dengan dengan canda dan tawa. Situasi seperti inilah
yang sangat mereka rindukan. Duduk bersama, berteriak dan tertawa seolah-olah
tak punya beban hidup.
“Lu lagi makan apa Len?”
Tanya Iin yang sudah bisa tertawa lepas
“Ahhh, gue lagi makan
bulgogi”
“Hah? Buldog?” Kata Bebi,
lemot seperti biasanya
“Apaan tuh?” Tanya mereka
bingung
“Daging sapi panggang.
Nih gue lagi makan bareng teman gue. Lu semua pasti kaget ngelihat siapa yang
gue temuin di sini!”
“Lagi bareng Oyon ya”
Tanya Chacha menggoda Helen
“Kalo Oyon disana, terus
ini siapa?” Protes Oyon lucu
“Eh, itu Oyon yah?” Tanya
Helen tak percaya
“Iyeeeee. Ini gue!” Jawab
Oyon
“Oyon, lu kok ga dekil
lagi sih? Ga seru ah. Ga ada yang diledekin lagi dong” Kata Helen
“Huuuuuh, kalo ngeledekin
gue aja. Hepi banget” Oyon membalas candaan Helen “Siapa yang lagi makan bareng
lu di sana? Lebih ganteng dari gue ga? Waduh, berani benar ngerebut Helen dari
gue” Lanjutnya lagi
“Oh iya” Helen tampak
menarik seseorang dari dekat panggangan.
“Halo semua!” Seorang
pemuda dengan wajah yang tak asing, muncul di layar laptop Chacha. Butuh waktu
agak lama hingga anak-anak De’Rainbow bisa mengenali pemuda itu.
“Itu….Wawan bukan sih?”
Kata Tasya
“Aaaah….iya” Teriak
anak-anak De’Rainbow yang berada di Indonesia plus oyon
“Kok bisa????” Teriak
mereka lagi
“Wawan sebenarnya juga kuliah di kampus lu Cha. Tapi kalo lu ngambil psikologi, Wawan ngambil jurusan sastra Indonesia. KBRI di Korea lagi bikin pekan budaya di sini, naaaah si Wawan dan teman-temannya diundang buat tampil”
“Yaaaaah. Peluang gue
buat jadian ma lu makin kecil dong Len” Teriak Oyon. Bebi meneriakinya. Chacha
dan Iin hanya tertawa kecil mendengar kata-kata jujur yang keluar dari mulut
Oyon.
“Kalian salah paham.
Wawan tuh bukan pacar gue. Kita cuma temenan kok”
“Teman atau temen?” Goda
Iin “di Korea udah jam berapa sekarang Len? Kok Wawan masih ada di apartemen
lu?” Lanjut Iin menampilkan wajah isengnya tepat di depan webcam hingga membuat
Tasya dan Helen terkejut melihatnya.
“Aaa…gu…gu…i…ini” Helen
tiba-tiba tidak bisa berbicara
“Caelah, dianya
malu-malu” Oyon ikut-ikutan menggoda Helen
“Aaaaah, Helen. Gue ga
nyangka ternyata lu duluan yang ngerasain. Cerita-cerita dong”
“Bebi, ngomong apaan sih.
Dasar otak mesum!” Chacha menoyor kepala Bebi. Bebi manyun sambil menggosok-gosok
kepalanya.
Mereka terus bercanda dan tertawa, tak peduli dengan lirikan orang-orang yang
penasaran dengan kericuhan mereka. Satu setengah jam kemudian, mereka
memutuskan untuk menghentikan video conference itu. Pertama karena di Korea
sudah hampir tengah malam dan Wawan harus pulang ke apartemen temannya. Kedua,
Tasya ada kegiatan bareng teman kampusnya. Ketiga, karena anak-anak ga enak
dengan keributan mereka yang mulai mengganggu orang-orang yang makan di
skydining. Mereka merasa lapar dan haus setelah video conference yang ricuh
itu. Jadi Iin, Chacha, dan Oyon memesan lagi makanan.
“Beb, lu ada masalah apa
sih sama si Cinta Lauriel? Kok dia ngebully lu gitu sih?” Tanya Chacha
“Ga ngerti gue. Emang dia
aja sirik karena gue lebih cantik dan berbakat. Dia kan cuma menang tampang
bule aja” Kata Bebi “Lu tau sendiri orang Indonesia lebih cinta bule daripada
lokal”
“Beb, kalo mau terkenal
di Indonesia, lu tuh harus cari sensasi” Iin memberikan saran
“Bener tuh ayang Beibeh”
Oyon mengangguk “Produser tuh milih pemain utama bukan berdasarkan bakat aja.
Kalo lu popular banget di masyarakat dan dianggap menjual, lu juga bisa jadi
pemeran utama. Contohnya tuh si Dewi Resik ama Julia Ngeres”
“Setuju gue Beb. Lu bikin
gossip apa kek, yang bikin orang-orang bisa kenal lu”
Chacha menyenggol lengan
Iin, memberi sinyal agar Iin tidak keterlaluan menggoda Bebi.
“Tapi gue ga nyangka
dunia hiburan ada bullying macam gini” Kata Chacha, sengaja mengembalikan
pembicaraan ke topik awal mereka “Lu ga diapa-apain kan? Kalo kata katanya sih
lu cuekin aja. Ga penting nanggepin orang kayak gitu” Tanya Chacha lagi
“Wah, kalo gue jadi lu,
udah gue tonjok tuh cewek” Bagaikan setan Oyon dan Iin muncul di samping Bebi
dan mengompor-ngomporinya.
“Bener tuh Yon, ngasi
pelajaran dikitlah biar jangan macem-macem lagi”
“Ih, lu berdua apaan sih.
Udah deh, jangan nyari masalah” Bentak Chacha sehingga membuat Oyon latah
sanking kagetnya “Saran kekgitu jangan didengerin Beb!” Lanjut Chacha
“Hm…” Kata Bebi
menggerakkan bibirnya sebagai sinyal tanda setuju.
Chacha sengaja memilih topik seru yang bisa mereka bahas bersama-sama untuk
membuat Bebi melupakan kekesalannya. Satu jam kemudian, mereka memutuskan untuk
pulang ke rumah masing-masing. Ketika sedang berjalan ke pintu keluar, mereka
berpapasan lagi dengan Cinta Lauriel. Ketika mereka lewat, terdengar celotehan
sinis Cinta Lauriel.
“Wah, si artis papan
bawah udah pulang. Haaah, akhirnya tempat ini jadi elite lagi”
Bebi berhenti berjalan
dan berbalik menantang.
“Maksudnya apa tuh?”
“Ih, emang yang gue
maksud elu. Berarti lu ngaku dong, kalo lu artis papan bawah,
ha…ha..ha..hahahahaha” Katanya kembali tertawa ngeselin
Kejadian
selanjutnya benar-benar tak disangka oleh Chacha, Iin, maupun Oyon. Bebi
berjalan ke arah Cinta Lauriel dan menonjok wajahnya. Chacha, Iin, dan Oyon
membelalakkan mata menyaksikan peristiwa itu. Dengan sigap, mereka menarik Bebi
sekuat tenaga hingga keluar skydining, bahkan memaksanya masuk ke mobil dan
pulang. Di mobil, Chacha, Iin, bahkan Oyon memarahi Bebi abis-abisan.
“Bebi, lu tuh udah gila
ya? Tuh cewek pasti ga terima di begituin, apalagi yang lu tonjok mukanya. Lu
yang bilang sendiri kalo di dunia keartisan, aset yang paling berharga tuh
muka! Grrrr…..” Chacha meluapkan semua emosinya “Lagian lu berdua sih! Udah tau
Bebi gampang kena hasut, masih aja dikompor-komporin”
“Kita becanda Cha. Gue ga
ngira Bebi benar-benar mau nonjok orang” Iin berusaha membela dirinya.
Sedangkan Oyon masih melongo, trauma dengan kejadian yang baru disaksikannya.
“Biar aja, biar tau rasa
dia. Udah lama gue gedek ama dia” Kata Bebi sengit
“Bebi…., kalo dia
ngelapor ke polisi gimana? Lu tuh bisa dituntut karena menganiaya orang” Kata
Chacha hampir menangis sanking putus asanya menjelaskan ke Bebi dampak
perbuatannya.
"Lebay banget sih lu Cha. Gue cuma nonjok sekali doang kok. Polisi juga males kali nanggepin laporan tuh cewek. Tapi kalo polisi nanggepin, bagus dong, biar beritanya jadi lebih besar. Kayak Oyon dan Iin bilang, artis tuh emang banyak yang populer gara-gara nyari sensasi""Beb, lu parah ya. Udah kekgini masih aja mikiran popularitas" Tegur Iin
"Pokoknya nih, lu berdua termasuk lu Yon, ga ada yang boleh ngelapor ke bokap nyokap gue! Kita udah dewasa, ga perlu ngelapor-ngelapor kayak anak kecil"
"Ga bisa Beb, kasus ini tuh udah masuk tindak kriminal. Gue ga mau ambil resiko. Lu tuh yang kayak anak kecil! Makanya kalo mau ngelakuin sesuatu mikir dulu dong. Percuma lu dikasi otak"
"Sok pintar lu Cha, jangan mentang-mentang masuk UI lu jadi berasa paling pintar dari gue"
Walaupun Bebi memprotes, Chacha dan Iin tetap menjelaskan kepada orang tua Bebi
tentang perbuatan yang baru saja Bebi lakukan. Nyokap Bebi sampe pingsan
mendengar berita itu dan bokap Bebi marah besar. Walau Bebi menganggap mereka
pengkhianat, tapi bagi Chacha, Iin, dan bahkan Oyon ini adalah langkah tepat.
Benar saja, ayah Bebi langsung menghubungi pengacara mereka untuk berkonsultasi
mengenai tindakan kriminal yang baru saja Bebi lakukan. Iin dan Chacha tidak
bisa tidur semalaman karena memikirkan masalah ini. Mereka bbm-an sambil
menerka-nerka apa yang akan terjadi selanjutnya.
Bersambung
Tidak ada komentar:
Posting Komentar